LATAR BELAKANG TEORI
Katharsis berasal dari bahasa yunani yang berarti pembersihan (Purging).Meskipun belum disebut katharsis, Seorang filsuf Yunani yaitu Aristoteles telah menggunakan konsep katharsis dalam karyanya untuk menyampaikan emosi akan tragedy kepada audience-nya. Teori Katharsis pertama kali diperkenalkan pada kisaran awal tahun 1960 dalam tulisan berjudul The stimulating versus cathartic effect of a vicarious aggressive activity yang dipublikasikan dalam journal of abnormal social psychology. Konsep teori ini berdiri diatas psikoanalisa Sigmund freud, yaitu emosi yang tertahan bias menyebabkan ledakan emosi berlebihan, maka dari itu diperlukan sebuah penyaluran atas emosi yang tertahan tersebut.Penyaluran emosi yang konstruktif ini disebut dengan katharsis.
ASUMSI TEORI KATHARSIS
Kehidupan manusia yang dinamis, mengantarkan manusia pada pola kehidupan yang relative kompleks dan semakin mendesak manusia berhadapan dengan kenyataan bahwa manusia memiliki keterbatasan.Kondisi tersebut memicu munculnya rasa frustasi dan cenderung bersifat agresif.Setiap emosi dan sikap agresif tersebut lambat laun akan menumpuk dan harsu segera di salurkan. Dalam keadaan tersebut, tidak semua emosi dan agresi tersebut bias disalurkan secara nyata dan dibutuhkan satu cara aman untuk pelampiasan atau penyaluran. Katharsis yang merupakan penyaluran emosi dan agresi yang bias berupa kekesalan, kesedihan, kebahagiaan, impian dan lainnya ini dilakukan dengan pengalaman wakilan (Vicarious experience) seperti mimpi, lelucon, fantasi atau khayalan. Dalam konteks ini, seseorang tidak melakukan penyaluran emosi dan agresi-nya secara nyata oleh individu tersebut, melainkan dilakukan hanya melihat atau membayangkan sesuatu tersebut dilakukan, atau dengan istialah lain yaitu pengalaman wakilan. Seperti contoh seorang remaja sambil mendengarkan musik Rock favoritnya, membayangkan dirinya menjadi seorang bintang musik Rock yang sedang pentas dihadapan ribuan penonton.Atau contoh lainnya seorang ibu yang menonton sebuah serial TV yang menggambarkan sosok seorang anak yang baik dan berbakti pada orang tuanya, ibu tersebut merasa tenang dan merasa puas karena emosinya tersalurkan, meskipun dalam kenyataannya ibu tersebut tidak memiliki anak yang baik tersebut.
Penyaluran emosi dan agresi tersebut, terkadang didasari oleh sebuah tragedy atau peristiwa yang pernah menimpa seseorang dimasa lalu dan menimbulkan rasa trauma. Contohnya, Warga
makasih banget postingannya
BalasHapustugas kuliah saya tebantu banget
semoga kebaikannya dibalas oleh Tuhan. amin :)
terimakasih infonya.,..
BalasHapussumbernya dari buku apa yaa?? lagi butuh banget nihh buku tentang teori itu :(
BalasHapusjelas bangeet thx
BalasHapus